Makanan Kotagede
Kamis, 04 Agustus 2011
Yangko
Legamara/ Lego Moro
Kembangwaru
Makanan tradisional khas Kotagede yang dibuat dari bahan tepung beras dengan bumbunya: telur, gula pasir, mentega/minyak kelapa, vanili, kayu manis jangan yang dihaluskan, dan santan.
Cara membuatnya: telur dan gula dikocok sampai rata, kemudian tepung dan vanili dimasukkan diaduk-aduk sampai rata, setelah itu dimasukkan ke dalam cetakan berbentuk kembang waru dan di pan dengan dioseri (diolesi) mentega/ minyak kelapa. Makanan ini disajikan dan disimpan ke dalamlodhong/toples. Salah satu pengusaha roti kem¬bang waru yang masih bertahan, adalah “Roti Kembang Waru Bu Teguh” , beralamat di Bumen RW 06/24 Kotagede. Untuk memperoleh roti kembang waru Bu Teguh, harus memesan terlebih dahulu (tidak menjual bebas di pasaran)
Cara membuatnya: telur dan gula dikocok sampai rata, kemudian tepung dan vanili dimasukkan diaduk-aduk sampai rata, setelah itu dimasukkan ke dalam cetakan berbentuk kembang waru dan di pan dengan dioseri (diolesi) mentega/ minyak kelapa. Makanan ini disajikan dan disimpan ke dalamlodhong/toples. Salah satu pengusaha roti kem¬bang waru yang masih bertahan, adalah “Roti Kembang Waru Bu Teguh” , beralamat di Bumen RW 06/24 Kotagede. Untuk memperoleh roti kembang waru Bu Teguh, harus memesan terlebih dahulu (tidak menjual bebas di pasaran)
Ukel
KIPO
Cara membuatnya bahan-bahan tersebut dicampur dan diadukaduk sampai rata sambil dan kekentalan yang diinginkan. Adonan kental dan liat ini kemudian di-bentuk mirip kipas dengan ukuran ± 4 x 2 cm, di dalamnya diberi isian enten-enten. Setelah selesai siap untuk dibakar.
Sejarah makanan tradisional Kotagede cukup panjang. Dalam kitab Centini disebutkan makanan yang disebut kupo, yang sekarang disebut sebagai kipa. Juga dalam buku karangan De Graaf disebutkan makanan khas tradisional yang biasa disajikan bagi para tamu. Dari sejarah lisan dapat diketahui bahwa Panembahan Senapati ternyata menyukai jenis makanan tertentu yang sekarang sering dijadikan bancaan atau sesaji waktu ada orang Midhang atau tirakat di sekitar Makam Panembahan Senapati.
Mengenai asal-usul nama kipa, menurut beberapa penduduk, karena para bangsawan yang disuguhi kipa dan menyantapnya, lalu bertanya “iki apa” ? Lama-lama makanan itu lebih dikenal dengan nama kipa. Dalam perkembangannya kini, makanan ini masih diteruskan generasi berikutnya oleh keluarga Mulyo Wiharto dan adiknya Gito Suharjo. Mulyo Wiharto diteruskan oleh anaknya bernama Supardi yang tinggal di Kampung Mranggen
Langganan:
Postingan (Atom)